Showing posts with label bupati. Show all posts
Showing posts with label bupati. Show all posts

Thursday, July 2, 2015

Membangun peradaban baru di Badega

Bale Besar

Perlahan tapi pasti, melalui tangan-tangan kekar dan dingin para tenaga kampung, Badega Gunung Parang mulai berbenah diri dengan menambah beberapa fasilitas infrastruktur di lokasi wisata Badega Gunung Parang, Purwakarta, Indonesia.

Mulai dari rumah-rumah adat sunda sampai dengan Bale Besar yang nantinya digunakan untuk beragam acara budaya nantinya, sepenuhnya dibangun menggunakan bahan-bahan alami, mulai dari kayu, ijuk, bambu, kirai, dan bebatuan sungai.


Rumah Adat Sunda

Pembangunan ini sepenuhnya tidak terlepas dari tangan dingin dan dukungan penuh Bupati Purwakarta Bapak H. Dedi Mulyadi SH, yang dari awal Badega Gunung Parang berdiri dan diresmikan sampai sekarang terus menerus konsisten mendukung gerakan wisata dan budaya di sekitar Gunung Parang dan Purwakarta secara keseluruhan.
Patut diacungi jempol untuk Bapak H. Dedi Mulyadi SH, ditengah kesibukannya yang seabreg, ternyata beliau masih meluangkan waktu untuk memikirkan perkembangan Badega Gunung Parang.

Infratruktur yang sedang dibangun sekarang, konsep dasarnya adalah mengadopsi bangunan adat sunda, namun ditambah dengan sentuhan tradisional dari beragam adat dan budaya nusantara pada beberapa bagian lainnya.


Bale Besar yang berada di kaki Gunung Parang

Kesederhanaan dan alami adalah semangat dasar dan menjadi bahasa baku dari seluruh bangunan yang ada disini.
Pembangunan tahap kedua di Badega Gunung Parang, seperti membangun sebuah peradaban baru di kaki Gunung Parang.

Tertarik? Tunggulah beberap waktu lagi untuk peresmiannya, karena proyek ini sedang dikebut untuk penyelesaian sebelum akhir tahun ini.


---------

Build a new civilization in Badega

Slowly but surely through cold and muscular hands, Badega Gunung Parang begin to improve itself by adding a number of infrastructure facilities at their locations, near Mount Parang, Purwakarta, Indonesia.

Ranging from Sundanese homes up with Bale that will be used for a variety of cultural events will be, entirely built using natural materials, ranging from wood, fibers, bamboo, long strip, and river rocks.


All infratructure using natural material

This development can not be separated entirely from the cold hand and full support of Purwakarta Regent Mr. H. Dedi Mulyadi SH, which from the beginning Badega Gunung Parang stand and formalized until now continuously consistently supported movement and cultural tour around Mount Parang and Purwakarta overall.
Admirable for Mr. H. Dedi Mulyadi, SH, amid the preoccupations which super busy, it turns out he is still taking time to think about the development Badega Gunung Parang.

Infrastructure that is being built now, the concept is essentially adopting Sundanese traditional building, but coupled with traditional touches of diverse customs and culture of the archipelago in some other parts.


the concept is essentially adopting Sundanese traditional building

Simplicity and natural is the basic spirit and become the standard language of all the buildings that are here.
Construction of the second stage in Badega Gunung Parang, such as building a new civilization in the foothills of Mount Parang.


Interested? Wait be some time again for the inauguration, because the project is being accelerated for completion before the end of this year.







Thursday, May 14, 2015

Pembuatan Film “Air Mata Fatimah” di Badega Parang



Para bintang film "Air Mata Fatimah"

Setelah beberapa kali survey ke lokasi Badega Parang, akhirnya tim produser film Air Mata Fatimah memutuskan untuk menggunakan seluruh lokasi Badega Parang untuk menyelesaikan pengambilan film yang bertemakan religi ini.

Sungguh suatu kehormatan bagi kami akhirnya Gunung Parang dikenal oleh para sineas perfilman di tanah air lewat produksi film Air Mata Fatimah, yang rencananya akan ditayangkan pada akhir bulan Ramadhan tahun 2015 ini.

Para "Kiai" difoto dulu sebelum diambil gambarnya
Film yang disutradarai oleh Oka Mahadi bergenre drama religi, diperankan oleh Reza Pahlevi, Jajang C Noer, Anindhika Widya, Oka Sugawa, Dwi Andhika, Reyhan Misscel 2014, Violeta Mongi, Vikri Rasta, Yafi Tessa, Jian Batari dan Dwi Sartika finalis misscel 2014.

Dari rencana 3 hari pengambilan gambar di Badega Parang, akhirnya kru dan artis menghabiskan waktunya selama 14 hari tinggal di Badega, dikarenakan pengambilan gambar dilakukan pada saat puncak musim hujan pertengahan Februari 2015 di wilayah Gunung Parang dan sekitarnya.

Selama dua minggu, Badega Parang sudah seperti Hollywood-nya Indonesia, ketika para artis dan kru film berkumpul dan berbaur bersama-sama penduduk kampung. Dan seperti mimpi di siang bolong, ketika penduduk kampung yang notabene hanya tahu artis-artis dari televisi dan film, kini tinggal dan hidup sehari-hari dengan cara kampung bersama warga kampung Cihuni dan Cisarua.


Proses Pengambilan Gambar di Badega Parang

Tidak ada perbedaan dan cara layanan khusus untuk para artis-artis ini, karena kami menyediakan pelayanan dan akomodasi seperti pada umumnya yang diberikan kepada tamu-tamu lain.
Syuting Air mata Fatimah di Badega Parang

Di awal memang sudah disepakati bersama produser, bahwa kami tidak bisa menyediakan hal-hal yang aneh jika diminta oleh para artis, tetapi kami hanya bisa menyediakan layanan ala kampung, dan sensasi berpetualang disini, serta atmosfir kampung dan budaya sunda jaman dulu.
Vikri Rasta, salah seorang artis dan juga komedian kreatif, bahkan mencoba program Belajar Panjat Tebing di Tower 2 Gunung Parang, dan ujung-ujungnya ketagihan juga untuk mencoba dinding Tower 2 sampai dengan pitch 9 (Teras Besar / 500 mtr). Sebuah awal yang bagus untuk seorang pemula yang tidak bisa dan baru mengenal panjat tebing.

Ke depan beberapa sineas berencana untuk membuat beberapa produksi film dan sinetron di sekitar lingkar Gunung Parang, melihat kondisi alam dan lingkungan Gunung Parang masih alami.
Dan bukannya tidak mungkin suatu ketika sekitar lingkar Gunung Parang menjadi sebuah studio alam raksasa, kita lihat saja nanti.


Film Air Mata Fatimah oleh OK Mahadi

Dwi Andhika dan kawan-kawan

Jujur saja, lokasi Badega Gunung Parang bukan apa-apa dibandingkan lokasi wisata lainnya yang sudah punya nama di Jawa Barat, bahkan di Indonesia. 

Inilah kami dengan apa adanya !

Saturday, November 1, 2014

Perjalanan Badega Gunung Parang (Bagian Pembuka)

Jika bertutur tentang Badega Gunung Parang, kita bertutur tentang keikhlasan dan kesabaran untuk sebuah gunung batu terbesar di Asia Tenggara.

Bersama Bupati Purwakarta, Bp. H Dedi Mulyadi SH

Beragam perjalanan hidup ada disini mulai dari petani, pengangguran, pekerja non formal ataupun profesional, mantan preman, sopir truk, buruh pabrik, pejabat, pensiunan semua dengan satu tujuan!

Menjaga dan dijaga Gunung Parang untuk masa depan kelak, bukan untuk hari ini tetapi untuk masa depan.

Disini beragam profesi dan latar belakang berkumbul mengolah rasa dan asa di Badega Gunung Parang

Ini bukan tempat wisata yang sekedarnya, ini tentang sebuah akumulasi perjalanan puluhan tahun bahkan ratusan tahun, yang akhirnya membuncah di akhir tahun 2013. Dan jika dihitung oleh para leluhur tahun itu berjumlah 5 (lima) sesuai dengan shalat 5 (lima) waktu yang menjadi pilar dasar agama Islam.

Dan amanah pun di emban dengan keikhlasan dan kesabaran

Di Badega Gunung Parang, semua orang terus belajar tentang kehidupan dan budaya yang berkelanjutan, mengolah rasa dan asa, menyatukan jiwa dengan seluruh isi alam dan pemilik Nya.
Dan akhirnya hanya tinggal memilih sisi hitam atau sisi putih, sudah tidak ada lagi abu-abu disini, karena para leluhur sudah memilihkannya untuk kita disini, memilih masa depan masing-masing.

Ketika Amanah diemban, maka seluruh konsekuensinyapun di tanggung

Ketika ramalan para leluhur satu persatu mulai membuncah, dan seluruh 'Dangiang' bersimpuh kembali di Gunung Parang, maka kesabaran dan keikhlasan kembali diuji pada titik nadir para Badega Gunung Parang.

Suka atau tidak suka, kita menerima dan mengemban amanah para leluhur dan para dangiang yang ada disini untuk menjaga dan dijaga Gunung Parang, dalam pertempuran hawa nafsu duniawi yang tiada habis.

Dari yang tua dan yang muda menyatukan asa dan rasa di Badega Gunung Parang

Tidak dapat dipungkiri, ketika Badega Gunung Parang mulai membuka tirai kelambu penutup Gunung Parang ke seluruh dunia, beragam konsekuensipun mau tidak mau harus siap ditanggung.
Beragam penyakit hati dari yang positif sampai dengan yang negatif, menghujam lurus ke arah para Badega.

Namun dibalik semua ini, ada sisi lain yaitu Gunung Parang mulai menjejakkan pengaruhnya di bumi dan mengenalkan dirinya ke pentas dunia, dan mulailah menarik para pemerhati yang sebelumnya tidak pernah memikirkannya.

Bersama-sama Mengantar Gunung Parang ke pentas dunia

Orang dari beragam pelosok menghampirinya, ada yang berniat baik dan tulus, ada yang berniat mengeksploitasinya, ada yang berniat menggagahinya, semua nafsu duniawi mengitari Gunung Parang, seperti semut yang mengitari gula, sungguh manis.

Menjaga dan Dijaga oleh Gunung Parang (kutipan wejangan H. Dedi Mulyadi SH, Bupati Purwakarta)

Namun kami dengan kerendahan hati dan jiwa selalu berdoa atas nikmat dan amanah yang harus diemban ini.
Berat memang, tetapi harus kami tanggung semua konsekuensinya, baik pahit ataupun manis.
Karena sesungguhnya Gunung Parang akan memilih, bukan untuk dipilih, yang terbaik untuk anak cucu kita di masa depan.

Bale Semah tempat berkumpul para Badega Gunung Parang

Dan di Badega Gunung Parang semua hawa nafsu, keserakahan, emosi, ditanggalkan, dan kita telanjang dalam lautan rasa dan asa.

Babak baru tentang perjalanan kita pun dimulai

Monday, July 28, 2014

Kuliner di kaki Gunung Parang

Sebutlah anda saat ini berada di bawah kaki Gunung Parang, di sebuah surga yang hilang. Dari beragam kegiatan petualangan dan aktifitas yang telah anda lakukan, kini saatnya untuk mengisi perut anda.


Nasi Liwet ala Badega Gunung Parang (Photo Courtesy by Adrianus Kus Widjayanto)
















Yang patut anda coba adalah makan nasi liwet lengkap dengan sambal, teri, tahu, dan tempe, serta lalapan segar. Memang sederhana sekali menunya, tetapi jangan salah, disinilah kenikmatannya dan rasakan sensasinya!

Dan setelah kenyang, anda bisa menikmati camilan Pisang Goreng dengan seduhan Teh Poci hangat, sambil memandangi panoraman Gunung Parang yang memikat.

Sudah Selesai ?



Pisang Goreng & Teh Poci Badega Gunung Parang (Photo Courtesy by Adrianus Kus Widjayanto)

Petulangan kuliner masih belum selesai disini...


Anda bisa bertandang ke rumah-rumah penduduk dan merasakan Tape Ketan 'ala' Kampung Cihuni, yang katanya memiliki rasa unik dan edan se Purwakarta dan kampung-kampung lainnya. 


Konon keunikan rasanya dikarenakan di masak menggunakan mata air Gandasoli Kahuripan yang terletak di kaki Gunung Parang. Dan mata air ini berasal langsung dari dalam bumi dan keluar melalui rekahan-rekahan batu Gunung Parang. 


Dahsyat !



Tape Ketan Cihuni & Kelapa Muda (Photo Courtesy by Ida Lim)

Akhirnya, kita tutup petualangan kuliner dengan meminum air kelapa muda langsung yang diambil dari pohon kelapa yang banyak tumbuh disana.

Hmm... Nikmat sudah hidup ini..


Wednesday, November 20, 2013

Kampung Cihuni resmi dijuluki BADEGA GUNUNG PARANG

Pada tanggal 11 November 2013, jam 12.30 siang, bertempat di Ruang Kerja Bapak Bupati Purwakarta, Bp. H. Dedi Mulyadi SH, Kelompok Swadaya Warga Kampung Cihuni yang diwakili oleh Bp. Umin Suhaya, Bp. Yunus, kang Jana, dan kang Wawan bertemu untuk beramah tamah dengan Bapak Bupati sekaligus ditasbihkan nama baru bagi tempat wisata serta nama kelompoknya menjadi "BADEGA GUNUNG PARANG".

Sungguh suatu kehormatan untuk kami ditasbihkan oleh Bp. Dedi Mulyadi, SH sebuah nama baru yaitu "BADEGA GUNUNG PARANG" yang memiliki makna sangat dalam dan luas yaitu "Penjaga yang terhormat dan menjadi benteng terakhir untuk Gunung Parang".

Secara harfiah, arti dari nama ini adalah bahwa kami diminta untuk menjaga dan mengawasi seluruh kelestarian alam dan lingkungan di kawasan sekitar Gunung Parang.
Sungguh berat, namun kami bangga dan yakin bahwa kami mampu mengemban misi dan tugas mulia ini.

Yang tadinya hanya sekedar obrolan di warung kopi dari mimpi kami yang terpendam, sampai dijuluki orang-orang 'gila', bertengkar dengan tetangga karena pekerjaan 'bale-bale' yang tidak kunjung selesai, sampai bertengkar dengan istripun pernah terjadi selama proyek kampung wisata ini.

Pada akhirnya, kami yakin, bahwa mimpi-mimpi kami menjadi kenyataan!

Dan tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, jika kita punya niat disertai dengan kerja keras, maka apapun bisa terjadi.

Foto Bersama Bupati Purwakarta, Bp. Dedi Mulyadi SH (Ki-Ka; Bp. Umin Suhaya, Bp. Dedi Mulyadi SH, Kang Jana, Bp. Yunus, dan Kang Wawan)


Liputan Koran Radar Karawang 4 November 2013

Liputan Koran Radar Karawang 4 November 2013